Kamis, 10 Juli 2008

Sikapi Hidup Sikap Terbaik!

Sumber: Manajemen Qolbu Online

[Kajian Bening Hati - Manajemen Diri],

11-04-03

Oleh : Aa Gym

Semoga Alloh Yang Maha Menatap, Yang Mengurus diri kita setiap saat. Benar-benar menyadarkan kita, bahwa hidup di dunia ini hanya mampir, hidup di dunia hanya sebentar. Semoga Alloh meyakinkan kita, bahwa akheratlah tempat yang kekal. Sebaik - baik tujuan, sebaik - baik cita – cita, yakni sesuatu yang kekal. Bagaimana mungkin, kita menggadaikan yang kekal, dengan sesuatu yang akan sirna.

Hati Yang Buta

Sumber: Manajemen Qolbu Online

[Kajian Bening Hati - Manajemen Diri],

11-04-03

Oleh : Aa Gym

Semoga Alloh Yang Maha Menatap, Yang Mengurus diri kita setiap saat. Benar-benar menyadarkan kita, bahwa hidup di dunia ini hanya mampir, hidup di dunia hanya sebentar. Semoga Alloh meyakinkan kita, bahwa akheratlah tempat yang kekal. Sebaik - baik tujuan, sebaik - baik cita – cita, yakni sesuatu yang kekal. Bagaimana mungkin, kita menggadaikan yang kekal, dengan sesuatu yang akan sirna.

Nikmati Hidup Ini!

Menikmati Episode Hidup

Sumber: Tabloid MQ Edisi Mei 2002 - Rubrik MQ Utama : Prolog

NIKMAT berarti segala sesuatu pemberian atau karunia (dari Allah), diantaranya berupa kesenangan (hidup). Kesenangan hidup merupakan bagian cerita (yang seakan-akan berdiri sendiri) dalam episode hidup manusia. Dan sebagian kita, memandang nikmat hidup itu, hanya berupa kebahagiaan dan kesenangan semata. Padahal, Allah SWT jelas-jelas menegaskan dalam Alquran bahwa sesuatu apapun yang diberikan-Nya itu adalah kenikmatan hidup di dunia (baca: QS. 42:36).

Alangkah kasihan bagi orang-orang yang kurang iman dan ilmu. Sehingga, hari demi hari yang dilalui dalam hidupnya selalu diliputi kesengsaraan yang datang silih berganti. Kecemasan dan kegelisahan merupakan salah satu indikasi hati manusia jauh dari ketentraman -membuat nikmat yang ada tidak lagi dirasakan sebagai nikmat--.

Kita tentu sepakat, kalau dalam hidup ini begitu banyak hal yang tidak diinginkan, tiba-tiba datang menimpa. Permasalahannya, karena kita belum tahu ilmunya, perasaan pun semakin tertekan dan dapat ditebak akan berujung pada penderitaan. Tapi, bagi orang beriman dan tahu ilmunya, tentu hal itu akan diresponya secara bijaksana. Tepatnya, bagi orang beriman setiap episode hidupnya selalu diposisikan untuk ibadah. Yakni apabila memperoleh kebahagiaan, dia bersyukur. Dan bila mendapatkan kesusahan, dia bersabar dan tawakkal, lagi menyempurnakan ikhtiar. Sehingga kedua sikap hidup ini akan menjadikan tambahan pahala bagi mereka yang mampu melakukannya.

Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk menyia-nyiakan setiap episode hidup di dunia ini. Nikmatilah setiap episode hidup bersama Sang Pemilik nikmat dan kehidupan itu sendiri, yaitu Allah Azza wa Jalla. Karena, bagi orang yang mengenal Allah, segala sesuatu kejadian yang menimpa diri hanyalah nikmat yang diberikan oleh-Nya semata.

Fenomena rencana Allah ini menarik untuk kita cermati, kadangkala kita sering marah dan kecewa dengan suatu episode hidup tertentu yang kit alami, namun setelah waktu berlalu ternyata "episode" tersebut begitu menguntungkan dan membawa hikmah yang sangat besar dan sangat bermanfaat, jauh lebih baik dari apa yang diharapkan sebelumnya. Padahal sebelumnya kita menyangka episode hidup yang kita alami tersebut merupakan sebuah musibah.

Alkisah ada dua orang kakak beradik yang tinggal di sebuah dusun di kaki pegunungan yang sejuk di daerah Bandung. Kedua orang kakak beradik ini adalah bekerja sebagai petani dan biasa menjual hasil kebunnya ke pasar yang terletak beberapa jam dari desanya dengan jalan kaki. Salah satu hasil bumi yang biasa mereka jual adalah tape singkong, atau mereka biasa menyebutnya "peuyeum Bandung".

Untuk menjual tapenya ini mereka biasa berangkat dari rumahnya pada pagi hari seusai shalat shubuh. Sebelum sampai ke pasar, mereka harus menyusuri dulu jalan setapak yang melawati persawahan dan perkebunan penduduk, baru mereka lanjutkan dengan naik kendaraan umum bak terbuka yang biasa mengangkut penumpang yang lain ke pasar.

Suatu saat, seperti biasa mereka secara berombongan dengan membawa dua pikulan penuh tape yang akan mereka jual ke pasar. Pagi-pagi sekali mereka berangkat, ketika sampai di tengah pematang sawah yang agak licin tiba-tiba pikulan sang kakak berderak patah. Tak ayal bila pikulan di sebelah kiri masuk ke sawah dan yang di sebelah kanan masuk ke kolam. Betapa kaget, sedih, kesal yang mereka rasakan saat itu. Sepertinya saat itu mereka merasa menjadi orang yang sangat sial. Jualan belum juga dimulai, untung apalagi belum diraih, malah modalpun habis terbenam, dengan penuh kemurungan dan mereka kembali ke rumah. Para pedagang tape yang lain meneruskan perjalanan mereka ke pasar.

Tapi dua jam kemudian datang berita yang mengejutkan, ternyata kendaraan yang biasa ditumpangi para pedangan tape terkena musibah sehingga seluruh penumpangnya cedera bahkan diantaranya ada yang cedera berat, bahkan meninggal. Satu-satunya diantara kelompok pedagang tapi yang senantiasa menggunakan angkutan tersebut yang selamat hanyalah….dirinya, yang tidak jadi berjualan karena pikulannya patah. Subhanallah, dua jam sebelumnya patah pikulan dianggap kesialan besar, dua jam kemudian patah pikulan dianggap keberuntungan luar biasa.

Oleh karena itu, "fa idzaa azamta fa tawaqqal alallah" bulatkan tekad, sempurnakan ikhtiar namun hati harus tetap menyerahkan segala keputusan dan kejadian terbaik kepada Allah SWT. Dan siapkan mental kita untuk menerima apapun yang terbaik menurut ilmu Allah SWT. Inilah saatnya kita menikmati setiap episode apapun yang Allah takdirkan pada diri kita. (tim mq)

-------------------------------------------------------------

MQ Media On Line

http://www.mqmedia.com

Copyright © PT MQ MEDIA 2002

Tingkat Keikhlasan

Tingkat Keikhlasan

Sumber: Manajemen Qolbu Online [Kajian Bening Hati - Mengenal Allah], 24-03-03

Oleh : Aa Gym

Alhamdulillaahirabbil 'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi washahbihii ajmai'iin. Berbahagialah bagi orang-orang yang diberi kenikmatan tidak ingin dipuji dan tidak ingin dihormati orang lain. Rasulluloh SAW bersabda : "Barangsiapa yang memperbaiki hubungannya dengan Alloh, maka Alloh yang akan menyempurnakan hubungannya dengan manusia lainnya" (HR Al - Hakim).

Salah satu ciri seseorang yang ikhlas adalah " jarang kecewa terhadap makhluk", karena yang diharapkannya hanya keridhoan Alloh SWT. Lalu apa ciri seseorang yang banyak kecewa terhadap makhluk ? yakni dirinya banyak berharap kepada makhluk.

Ikhlas itu adalah pekerjaan hati. Kalau ada pertanyaan, bolehkah amal kita diperlihatkan kepada orang lain? Jawabannya ialah tergantung niat, kalau niatnya ingin dipuji tentu itu menjadi riya. Tetapi dilandasi niat supaya orang lain mengikuti amal kita, Insya Alloh kita akan mendapatkan pahala yang sama tanpa mengurangi pahala yang bersangkutan.

Seorang sahabat berkata kepada Rosulluloh SAW ;Ya Rasulluloh seorang melakukan amal kebaikan dengan dirahasiakan dan bila diketahui orang dia juga menyukainya atau merasa senang. Rasulluloh SAW bersabda ; baginya dua pahala yaitu pahala dirahasiakannya, dan pahala terang-terangan (HR At-Turmudzi)

Jadi terang-terangan itu tidak identik dengan riya. Tidak boleh kita berburuk sangka kepada orang yang menceritakan ilmu, pengalaman dan amalnya. Suatu pujian boleh jadi merupakan kebutuhan standar kita, perbedaannya yakni ada yang hanya ingin dipuji manusia dan itulah yang membuat kita kurang ikhlas dan ada yang bisa dialihkan cukup ingin dipuji Alloh SWT. A'udzubillaahi minasyaithoonirrojiim Wa maa umiruu illaa li ya' budullaaha mukhlishiina lahud diin artinya Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus (Q.S: Al-Bayyinah/98:5).

Saudaraku, marilah kita belajar untuk terus meningkatkan ketakwaan kita, jangan berselera mencari pujian, penghargaan dan penilaian makhluk, tetapi puaskanlah mencari pujian dari Alloh SWT. Wallahu' alam

--------------------------------------------------------------------------------

Manajemen Qolbu Online - Komunitas Bening Hati

© ManajemenQolbu.com »» 2003

Ikhlas

Ikhlas

Penulis: KH. Abdullah Gymnastiar

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. Karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun. Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!

Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.

Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.

Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qolbu.

Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.

Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.

Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.

Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.

Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapkan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.

Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.

Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut: Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"

Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).

Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"

Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).

Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"

Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).

"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para

malaikat.

Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).

Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"

Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."

Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.

Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.

Nah, sahabat. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan. Allaahu Akbar.***

Ada Tahapnya untuk Berubah

Ada Tahapnya untuk Berubah

Sumber: Manajemen Qolbu Online [Kolom - Artikel Sahabat], 17-02-03

Oleh : Meilanny BS

Sejak kapan Anda bisa bangun subuh? Tampaknya sepele, tapi banyak yang tidak bisa melakukannya kecuali dengan jam weker yang berdering berkali-kali. Anda merasa bisa sehingga tidak tahu kapan mulai bangun subuh karena sejak kecil sudah dibiasakan. Seperti kata pepatah, kita bisa karena biasa. Anda secara otomatis bangun di waktu subuh atau bahkan dua jam sebelum itu karena Anda sudah terbiasa.

Meskipun Anda sedang merasa capek, pada jam-jam itu Anda pun akan bangun tanpa harus dibangunkan. Kalaupun Anda harus dibangunkan, maka tak perlu bersusah payah karena Anda sudah terbiasa.

Apakah yang dimaksud dengan terbiasa? Yang Anda sebut dengan “sudah terbiasa” sebenarnya merupakan hasil dari proses belajar, tergantung pada apakah proses belajar itu tanpa disengaja dan tanpa disadari ataukah proses itu dijalankan secara sengaja oleh orang tua kita dan sekaligus disertai pemahaman. Proses belajar tidak selalu berupa pembiasaan perilaku. Ia bisa berupa perolehan pemahaman sehingga mempengaruhi cara kita merasa. Bila pikiran itu kita hayati betul, cara kita merasa pun akan terpengaruhi.

Secara keseluruhan, apa yang kita lakukan sehari-hari merupakan hasil belajar bertahun-tahun. Bisa jadi, prosesnya semenjak kita masih kecil dan memperoleh penguatan terus-menerus sampai kita dewasa, sehingga berurat akar dalam diri kita. Dalam hal ini, proses belajar akan kita sebut learning. Bila Anda ingin memiliki perilaku yang lebih baik, memiliki kebiasaan baru untuk mengganti kebiasaan Anda sebelumnya, Anda perlu melakukan re-learning ‘belajar kembali’. Sebelum melakukan re-learning, terlebih dahulu kita perlu melakukan proses unlearning, yakni meniadakan hasil-hasil belajar, baik dalam bentuk perilaku maupun pikiran.

Alhasil, Anda tidak bisa serta-merta menyuruh seseorang (istri terhadap suami misalnya) untuk berubah. Anda perlu sadari bahwa kebiasaannya yang tidak Anda sukai merupakan hasil belajar selama bertahun-tahun. Anda perlu sabar dan melakukannya setahap demi setahap. Jika tidak, justru dia bisa semakin menjengkelkan karena kebiasaan yang tidak Anda sukai malah akan semakin menjadi-jadi.

Bila Anda menginginkan suami Anda menghilangkan kebiasaannya merokok, ceritakanlah kepadanya hal-hal menarik yang membuatnya tergugah dan hal-hal buruk yang membuarnya ngeri. Anda tidak perlu melarangnya berhenti merokok sekarang juga sebab itu terasa mustahil bagi dia.

Orang lebih mudah melakukan sesuatu yang baru daripada meninggalkan kebiasaan yang sudah berpuluh tahun ia lakukan. Lebih-lebih jika ia menemukan kenikmatan ketika menjalani kebiasaan itu. Karena itu, meskipun unlearning merupakan proses untuk menghapus kebiasaan atau sikap yang buruk, tetapi lebih baik kita menjadikan sebagai proses belajar yang baru, yakni membiasakan sesuatu yang baru.

Seseorang akan lebih mudah melakukan perubahan apabila dalam dirinya sudah ada kesiapan mental. Ada beberapa hal yang membuat kita lebih cepat memiliki kesiapan mental, antara lain dengan adanya informasi yang positif, terutama yang berkaitan dengan manfaat yang akan Anda peroleh, karena hal ini akan mendorong Anda untuk memiliki kesiapan mental yang lebih baik.

Suami Anda akan merasa lebih siap secara mental bila Anda memberi dukungan kepadanya. Karena itu, yakinkanlah dia bahwa Anda siap membantunya dan tidak kecewa apabila dia belum mampu berubah secara total. Beri dorongan bahwa hal itu sangat baik untuknya. Anda juga bisa bercerita kepada dia tentang diri Anda sendiri maupun orang lain ketika sedang berusaha untuk mengubah diri. Ini karena kita cenderung lebih memiliki kekuatan mental apabila kita merasa ada orang lain yang seperti kita atau sudah ada orang-orang yang sebelumnya melakukan seperti yang kita lakukan.Wallahu a’lam bish-shawab (mei)***.

--------------------------------------------------------------------------------

Manajemen Qolbu Online - Komunitas Bening Hati

© ManajemenQolbu.com »» 2002

5 Kiat Praktis Menghadapi Persoalan Hidup

Lima Kiat Praktis Menghadapi Persoalan Hidup

Penulis: KH Abdullah Gymnastiar


Bismillahirrahmaanirrahiim,

Suatu hal yang pasti tidak akan luput dari keseharian kita adalah yang disebut masalah atau persoalan hidup, dimanapun, kapanpun, apapun dan dengan siapapun, semuanya adalah potensi masalah. Namun andaikata kita cermati dengan seksama ternyata dengan persoalan yang persis sama, sikap orangpun berbeda-beda, ada yang begitu panik, goyah, kalut, stress tapi ada pula yang menghadapinya dengan begitu mantap, tenang atau bahkan malah menikmatinya.

Berarti masalah atau persoalan yang sesungguhnya bukan terletak pada persoalannya melainkan pada sikap terhadap persoalan tersebut. Oleh karena itu siapapun yang ingin menikmati hidup ini dengan baik, benar, indah dan bahagia adalah mutlak harus terus-menerus meningkatkan ilmu dan keterampilan dirinya dalam menghadapi aneka persoalan yang pasti akan terus meningkat kuantitas dan kualitasnya seiring dengan pertambahan umur, tuntutan, harapan, kebutuhan, cita-cita dan tanggung jawab.

Kelalaian kita dalam menyadari pentingnya bersungguh-sungguh mencari ilmu tentang cara menghadapi hidup ini dan kemalasan kita dalam melatih dan mengevaluasi ketrampilan kita dalam menghadapi persoalan hidup berarti akan membuat hidup ini hanya perpindahan kesengsaraan, penderitaan, kepahitan dan tentu saja kehinaan yang bertubi-tubi. Na'udzubillah.

1. Siap

Siap apa? Siap menghadapi yang cocok dengan yang diinginkan dan siap menghadapi yang tidak cocok dengan keiinginan.

Kita memang diharuskan memiliki keiinginan, cita-cita, rencana yang benar dan wajar dalam hidup ini, bahkan kita sangat dianjurkan untuk gigih berikhtiar mencapai apapun yang terbaik bagi dunia akhirat, semaksimal kemampuan yang Allah Swt berikan kepada kita.

Namun bersamaan dengan itu kitapun harus sadar-sesadarnya bahwa kita hanyalah makhluk yang memiliki sangat banyak keterbatasan untuk mengetahui segala hal yang tidak terjangkau oleh daya nalar dan kemampuan kita.

Dan pula dalam hidup ini ternyata sering sekali atau bahkan lebih sering terjadi sesuatu yang tidak terjangkau oleh kita, yang di luar dugaan dan di luar kemampuan kita untuk mencegahnya, andaikata kita selalu terbenam tindakan yang salah dalam mensikapinya maka betapa terbayangkan hari-hari akan berlalu penuh kekecewaaan, penyesalan, keluh kesah, kedongkolan, hati yang galau, sungguh rugi padahal hidup ini hanya satu kali dan kejadian yang tak didugapun pasti akan terjadi lagi.

Ketahuilah kita punya rencana, Allah Swt pun punya rencana, dan yang pasti terjadi adalah apa yang menjadi rencana Allah Swt.

Yang lebih lucu serta menarik, yaitu kita sering marah dan kecewa dengan suatu kejadian namun setelah waktu berlalu ternyata "kejadian" tersebut begitu menguntungkan dan membawa hikmah yang sangat besar dan sangat bermanfaat, jauh lebih baik dari apa yang diharapkan sebelumnya.

Alkisah ada dua orang kakak beradik penjual tape, yang berangkat dari rumahnya di sebuah dusun pada pagi hari seusai shalat shubuh, di tengah pematang sawah tiba-tiba pikulan sang kakak berderak patah, pikulan di sebelah kiri masuk ke sawah dan yang di sebelah kanan masuk ke kolam. Betapa kaget, sedih, kesal dan merasa sangat sial, jualan belum, untung belum bahkan modalpun habis terbenam, dengan penuh kemurungan mereka kembali ke rumah. Tapi dua jam kemudian datang berita yang mengejutkan, ternyata kendaraan yang biasa ditumpangi para pedagang tape terkena musibah sehingga seluruh penumpangnya cedera bahkan diantaranya ada yang cedera berat, satu-satunya diantara kelompok pedagang yang senantiasa menggunakan angkutan tersebut yang selamat hanyala dirinya, yang tidak jadi berjualan karena pikulannya patah. Subhanalloh, dua jam sebelumnya patah pikulan dianggap kesialan besar, dua jam kemudian patah pikulan dianggap keberuntungan luar biasa.

Oleh karena itu "fa idzaa azamta fa tawaqqal alalloh" bulatkan tekad, sempurnakan ikhtiar namun hati harus tetap menyerahkan segala keputusan dan kejadian terbaik kepada Allah Swt. Dan siapkan mental kita untuk menerima apapun yang terbaik menurut ilmu Allah Swt.

Allah Swt, berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 216, "Boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu padahal bagi Allah Swt lebih baik bagimu, dan boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal buruk dalam pandangan Allah Swt."

Maka jikalau dilamar seseorang, bersiaplah untuk menikah dan bersiap pula kalau tidak jadi nikah, karena yang melamar kita belumlah tentu jodoh terbaik seperti yang senantiasa diminta oleh dirinya maupun orang tuanya. Kalau mau mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri, berjuanglah sungguh-sungguh untuk diterima di tempat yang dicita-citakan, namun siapkan pula diri ini andaikata Allah Yang MahaTahu bakat, karakter dan kemampuan kita sebenarnya akan menempatkan di tempat yang lebih cocok, walaupun tidak sesuai dengan rencana sebelumnya.

Melamar kerja, lamarlah dengan penuh kesungguhan, namun hati harus siap andaikata Allah Swt, tidak mengijinkan karena Allah Swt, tahu tempat jalan rizki yang lebih berkah.

Berbisnis ria, jadilah seorang profesional yang handal, namun ingat bahwa keuntungan yang besar yang kita rindukan belumlah tentu membawa maslahat bagi dunia akhirat kita, maka bersiaplah menerima untung terbaik menurut perhitungan Allah Swt. Demikianlah dalam segala urusan apapun yang kita hadapi.

2.Ridha

Siap menghadapi apa pun yang akan terjadi, dan bila terjadi, satu-satunya langkah awal yang harus dilakukan adalah mengolah hati kita agar ridha/rela akan kenyataan yang ada. Mengapa demikian? Karena walaupun dongkol, uring-uringan dan kecewa berat, tetap saja kenyataan itu sudah terjadi. Pendek kata, ridha atau tidak, kejadian itu tetap sudah terjadi. Maka, lebih baik hati kita ridha saja menerimanya.

Misalnya, kita memasak nasi, tetapi gagal dan malah menjadi bubur. Andaikata kita muntahkan kemarahan, tetap saja nasi telah menjadi bubur, dan tidak marah pun tetap bubur. Maka, daripada marah menzalimi orang lain dan memikirkan sesuatu yang membuat hati mendidih, lebih baik pikiran dan tubuh kita disibukkan pada hal yang lain, seperti mencari bawang goreng, ayam, cakweh, seledri, keripik, dan kecap supaya bubur tersebut bisa dibuat bubur ayam spesial. Dengan demikian, selain perasaan kita tidak jadi sengsara, nasi yang gagal pun tetap bisa dinikmati dengan lezat.

Kalau kita sedang jalan-jalan, tiba-tiba ada batu kecil nyasar entah dari mana dan mendarat tepat di kening kita, hati kita harus ridha, karena tidak ridha pun tetap benjol. Tentu saja, ridha atau rela terhadap suatu kejadian bukan berarti pasrah total sehingga tidak bertindak apa pun. Itu adalah pengertian yang keliru. Pasrah/ridha hanya amalan, hati kita menerima kenyataan yang ada, tetapi pikiran dan tubuh wajib ikhtiar untuk memperbaiki kenyataan dengan cara yang diridhai Allah Swt. Kondisi hati yang tenang atau ridha ini sangat membantu proses ikhtiar menjadi positif, optimal, dan bermutu.

Orang yang stress adalah orang yang tidak memiliki kesiapan mental untuk menerima kenyataan yang ada. Selalu saja pikirannya tidak realistis, tidak sesuai dengan kenyataan, sibuk menyesali dan mengandai - andai sesuatu yang sudah tidak ada atau tidak mungkin terjadi. Sungguh suatu kesengsaraan yang dibuat sendiri.

Misalkan tanah warisan telah dijual tahun yang lalu dan saat ini ternyata harga tanah tersebut melonjak berlipat ganda. Orang-orang yang malang selalu saja menyesali mengapa dahulu tergesa-gesa menjual tanah. Kalau saja mau ditangguhkan, niscaya akan lebih beruntung. Biasanya, hal ini dilanjutkan dengan bertengkar saling menyalahkan sehingga semakin lengkap saja penderitaan dan kerugian karena memikirkan tanah yang nyata-nyata telah menjadi milik orang lain.

Yang berbadan pendek, sibuk menyesali diri mengapa tidak jangkung. Setiap melihat tubuhnya ia kecewa, apalagi melihat yang lebih tinggi dari dirinya. Sayangnya, penyesalan ini tidak menambah satu senti pun jua. Yang memiliki orang tua kurang mampu atau telah bercerai, atau sudah meninggal sibuk menyalahkan dan menyesali keadaan, bahkan terkadang menjadi tidak mengenal sopan santun kepada keduanya, mempersatukan, atau menghidupkannya kembali. Sungguh banyak sekali kita temukan kesalahan berpikir, yang tidak menambah apa pun selain menyengsarakan diri.

Ketahuilah, hidup ini terdiri dari berbagai episode yang tidak monoton. Ini adalah kenyataan hidup, kenanglah perjalanan hidup kita yang telah lalu dan kita harus benar-benar arif menyikapi setiap episode dengan lapang dada, kepala dingin, dan hati yang ikhlas. Jangan selimuti diri dengan keluh kesah karena semua itu tidak menyelesaikan masalah, bahkan bisa jadi memperparah masalah.

Dengan demikian, hati harus ridha menerima apa pun kenyataan yang terjadi sambil ikhtiar memperbaiki kenyataan pada jalan yang diridhai Allah swt. ***

3. Jangan Mempersulit Diri

Andaikata kita mau jujur, sesungguhnya kita ini paling hobi mengarang, mendramatisasi, dan mempersulit diri. Sebagian besar penderitaan kita adalah hasil dramatisasi perasaan dan pikiran sendiri. Selain tidak pada tempatnya, pasti ia juga membuat masalah akan menjadi lebih besar, lebih seram, lebih dahsyat, lebih pahit, lebih gawat, lebih pilu daripada kenyataan yang aslinya, Tentu pada akhirnya kita akan merasa jauh lebih nelangsa, lebih repot di dalam menghadapinya/mengatasinya.

Orang yang menghadapi masa pensiun, terkadang jauh sebelumnya sudah merasa sengsara. Terbayang di benaknya saat gaji yang kecil, yang pasti tidak akan mencukupi kebutuhannya. Padahal, saat masih bekerja pun gajinya sudah pas-pasan. Ditambah lagi kebutuhan anak-anak yang kian membengkak, anggaran rumah tangga plus listrik, air, cicilan rumah yang belum lunas dan utang yang belum terbayar. Belum lagi sakit, tak ada anggaran untuk pengobatan, sementara umur makin menua, fisik kian melemah, semakin panjang derita kita buat, semakin panik menghadapi pensiun. Tentu saja sangat boleh kita memperkirakan kenyataan yang akan terjadi, namun seharusnya terkendali dengan baik. Jangan sampai perkiraan itu membuat kita putus asa dan sengsara sebelum waktunya.

Begitu banyak orang yang sudah pensiun ternyata tidak segawat yang diperkirakan atau bahkan jauh lebih tercukupi dan berbahagia daripada sebelumnya. Apakah Allah SWT. yang Mahakaya akan menjadi kikir terhadap para pensiunan, atau terhadap kakek-kakek dan nenek-nenek? Padahal, pensiun hanyalah salah satu episode hidup yang harus dijalani, yang tidak mempengaruhi janji dan kasih sayang Allah.

Maka, di dalam menghadapi persoalan apa pun jangan hanyut tenggelam dalam pikiran yang salah. Kita harus tenang, menguasai diri seraya merenungkan janji dan jaminan pertolongan Allah Swt. Bukankah kita sudah sering melalui masa-masa yang sangat sulit dan ternyata pada akhirnya bisa lolos?

Yakinlah bahwa Allah yang Mahatahu segalanya pasti telah mengukur ujian yang menimpa kita sesuai dengan dosis yang tepat dengan keadaan dan kemampuan kita. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, dan sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan" (QS Al-Insyirah [94]:5-6). Sampai dua kali Allah Swt menegaskan janji-Nya. Tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus mendapatkan kesulitan karena dunia bukanlah neraka. Demikian juga tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus memperoleh kelapangan dan kemudahan karena dunia bukanlah surga. Segalanya pasti akan ada akhirnya dan dipergilirkan dengan keadilan Allah Swt.

4. Evaluasi Diri

Ketahuilah, hidup ini bagaikan gaung di pegunungan: apa yang kita bunyikan, suara itu pulalah yang akan kembali kepada kita. Artinya, segala yang terjadi pada kita adalah buah dari apa yang kita lakukan. "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula" (QS Al-ZalZalah [99]: 7-8)

Allah Swt Maha Peka terhadap apapun yang kita lakukan. Dengan keadilan-Nya tidak akan ada yang meleset, siapa pun yang berbuat, sekecil dan setersembunyi apapun kebaikan, niscaya Allah Swt, akan membalas berlipat ganda dengan aneka bentuk yang terbaik menurut-Nya. Sebaliknya, kezaliman sehalus apapun yang kita lakukan yang tampaknya seperti menzalimi orang lain, padahal sesungguhnya menzalimi diri sendiri, akan mengundang bencana balasan dari Allah Swt, yang pasti lebih getir dan gawat. Naudzubillah.

Andaikata ada batu yang menghantam kening kita, selain hati harus ridha, kita pun harus merenung, mengapa Allah menimpakan batu ini tepat ke kening kita, padahal lapangan begitu luas dan kepala ini begitu kecil? Bisa jadi semua ini adalah peringatan bahwa kita sangat sering lalai bersujud, atau sujud kita lalai dari mengingat-Nya. Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia, pasti segalanya ada hikmahnya.

Dompet hilang? Mengapa dari satu bus, hanya kita yang ditakdirkan hilang dompet? Jangan sibuk menyalahkan pencopet karena memang sudah jelas ia salah dan memang begitu pekerjaannya. Renungkankah: boleh jadi kita ini termasuk si kikir, si pelit, dan Allah Mahatahu jumlah zakat dan sedekah yang dikeluarkan. Tidak ada kesulitan bagi-Nya untuk mengambil apapun yang dititipkan kepada hamba-hamba-Nya.

Anak nakal, suami kurang betah di rumah dan kurang mesra, rezeki seret dan sulit, bibir sariawan terus menerus, atau apa saja kejadian yang menimpa dan dalam bentuk apapun adalah sarana yang paling tepat untuk mengevaluasi segala yang terjadi. Pasti ada hikmah tersendiri yang sangat bermanfaat, andaikata kita mau bersungguh-sungguh merenunginya dengan benar.

Jangan terjebak pada sikap yang hanya menyalahkan orang lain karena tindakan emosional seperti ini hanya sedikit sekali memberi nilai tambah bagi kepribadian kita. Bahkan, apabila tidak tepat dan berlebihan, akan menimbulkan kebencian dan masalah baru.

Ketahuilah dengan sungguh-sungguh, dengan mengubah diri, berarti pula kita mengubah orang lain. Camkan bahwa orang lain tidak hanya punya telinga, tetapi mereka pun memiliki mata, perasaan, pikiran yang dapat menilai siapa diri kita yang sebenarnya.

Jadikanlah setiap masalah sebagai sarana efektif untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri karena hal itulah yang menjadi keuntungan bagi diri dan dapat mengundang pertolongan Allah Swt.

5. Hanya Allah-lah Satu satunya Penolong

Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu kecuali dengan izin Allah Swt. Baik berupa musibah maupun nikmat. Walaupun bergabung jin dan manusia seluruhnya untuk mencelakakan kita, demi Allah tidak akan jatuh satu helai rambut pun tanpa izin-Nya. Begitu pun sebaliknya, walaupun bergabung jin dan manusia menjanjikan akan menolong atau memberi sesuatu, tidak pernah akan datang satu sen pun tanpa izin-Nya.

Mati-matian kita ikhtiar dan meminta bantuan siapapun, tanpa izin-Nya tak akan pernah terjadi yang kita harapkan. Maka, sebodoh-bodoh kita adalah orang yang paling berharap dan takut kepada selain Allah Swt. Itulah biang kesengsaraan dan biang menjauhnya pertolongan Allah Swt.

Ketahuilah, makhluk itu "La haula wala quwata illa billahil' aliyyil ' azhim" tiada daya dan tiada upaya kecuali pertolongan Allah Yang MahaAgung. Asal kita hanyalah dari setetes sperma, ujungnya jadi bangkai, ke mana-mana membawa kotoran.

Allah menjanjikan dalam Surah Al-Thalaq ayat 2 dan 3, "Barang siapa yang bersungguh-sungguh mendekati Allah (bertaqwa), niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar bagi setiap urusannya, dan akan diberi rezeki dari tempat yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal hanya kepada Allah, niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya."

Jika kita menyadari dan meyakininya, kita memiliki bekal yang sangat kukuh untuk mengarungi hidup ini, tidak pernah gentar menghadapi persoalan apapun karena sesungguhnya yang paling mengetahui struktur masalah kita yang sebenarnya berikut segala jalan keluar terbaik hanyalah Allah Swt Yang Mahasempurna. Dia sendiri berjanji akan memberi jalan keluar dari segala masalah, sepelik dan seberat apapun karena bagi Dia tidak ada yang rumit dan pelik, semuanya serba mudah dalam genggaman kekuasaan-Nya.

Pendek kata, jangan takut menghadapi masalah, tetapi takutlah tidak mendapat pertolongan Allah dalam menghadapinya. Tanpa pertolongan-Nya, kita akan terus berkelana dalam kesusahan, dari satu persoalan ke persoalan lain, tanpa nilai tambah bagi dunia dan akhirat kita… benar-benar suatu kerugian yang nyata.

Terimalah ucapan selamat berbahagia, bagi saudara-saudaraku yang taat kepada Allah dan semakin taat lagi ketika diberi kesusahan dan kesenangan, shalatnya terjaga, akhlaknya mulia, dermawan, hati bersih, dan larut dalam amal-amal yang disukai Allah.

InsyaAllah, masalah yang ada akan menjadi jalan pendidikan dan Allah yang akan semakin mematangkan diri, mendewasakan, menambah ilmu, meluaskan pengalaman, melipatgandakan ganjaran, dan menjadikan hidup ini jauh lebih bermutu, mulia, dan terhormat di dunia akhirat.

Semoga, dengan izin Allah, uraian ini ada manfaatnya. ***

Peran Wanita dalam Da'wah Rosulullah Saw

Peran Wanita dalam Dakwah Rasulullah Saw.
Rubrik: Taujihat Tgl: 18/3/2005


Oleh Syamsu Hilal

“Sesungguhnya wanita itu adalah pendamping pria” (HR Ahmad dan Abu Daud).



PKS Online: Ketika Rasulullah Saw. diutus ke dunia, beliau bersabda, “Sesungguhnya wanita itu adalah pendamping pria” (HR Ahmad dan Abu Daud). Sejak saat itu paradigma pemikiran dan perlakuan terhadap wanita berubah seratus delapan puluh derajat. Derajat wanita diangkat dan dimuliakan. Wanita dikatakan sebagai pendamping pria karena pada setiap kesuksesan seorang pria, pasti ada peran wanita yang sangat signifikan. Apakah peran sebagai seorang ibu atau seorang istri. Banyak tokoh-tokoh menjadi penting dan terkenal lantaran ditopang oleh peran wanita. Maka, atas perannya yang demikian, wanita sering disebut sebagai tokoh penting di belakang layar.

Peran wanita Muslimah dalam jihad Rasulullah Saw. amat signifikan. Sebagian besar mereka yang berhijrah ke Habasyah adalah bersama istri-istri mereka. Bahkan sejarah Islam mencatat bahwa manusia yang pertama kali menyambut dakwah Islam adalah seorang wanita, yaitu Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah Saw. Dan manusia pertama yang syahid di jalan Allah juga seorang wanita, yaitu Sumayyah.

Selain Khadijah Ra. dan Sumayyah, masih banyak wanita-wanita Islam yang namanya abadi. Di antara mereka ada Aisyah Ra., Ummu Sulaim, Sumayyah, Nusaibah, Asma binti Abu Bakar, dan masih banyak wanita lain yang memegang peranan penting dalam perintisan dakwah Rasulullah Saw. di Mekkah dan Madinah.

Dalam kitab-kitab sirah (sejarah) dikisahkan, setelah Rasulullah Saw. menerima wahyu pertama di gua Hira, beliau pulang dalam keadaan menggigil. Tubuhnya gemetar ketakutan. Setibanya di rumah, Beliau meminta istrinya, Khadijah Ra., menyelimuti tubuhnya. Lalu, Khadijah menyelimuti dan mendekap tubuh Rasulullah Saw. dengan penuh kasih sayang, hingga hilang rasa takutnya. Khadijah tidak langsung menanyakan apa yang telah terjadi pada suaminya, hingga Rasulullah Saw. sendiri berkata, “Wahai Khadijah, tahukah engkau mengapa tubuhku tadi gemetar?” Belum sempat Khadijah menjawab, Rasulullah berkata lagi, “Sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku sendiri.” Khadijah menjawab, “Tidak! Bergembiralah! Demi Allah, Allah sama sekali tidak akan membuat anda kecewa. Anda seorang yang bersikap baik kepada kaum kerabat, selalu berbicara benar, membantu yang lemah, menolong yang sengsara, menghormati tamu, dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran.” Mendengar ucapan itu, Nabi menjadi tenang.

Jawaban Khadijah bukanlah sekadar untuk membesarkan hati Nabi, tapi merupakan pengungkapan fakta yang sesungguhnya. Nabi Muhammad Saw. sejak kecil telah menginvestasikan kebaikan di tengah-tengah masyarakat. Sebuah fakta perlu medapatkan pengakuan dari orang lain agar menjadi nilai universal yang didukung oleh masyarakat luas. Rasulullah Saw. bukan tidak yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah semata-mata atas bimbingan wahyu. Tapi beliau ingin tahu apakah dakwahnya diterima masyarakat.

Sebagai istri, Khadijah Ra. telah mengambil sikap cerdas, yaitu memberikan dukungan total terhadap dakwah sang suami. Bagaimana jika Khadijah memberikan pernyataan yang tidak menenangkan jiwa? Tentu Nabi Saw. akan merasa sedih. Karena bagaimanapun, seorang Rasul adalah manusia juga yang membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat yang dicintainyainya. Dan Khadijah Ra. telah memberi andil besar dalam membangun dakwah Rasulullah Saw.

Kisah lain, suatu ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq didampingi Rasulullah Saw. mendatangi tokoh-tokoh musyrikin Quraisy yang sedang berkumpul dekat Ka’bah. Setelah duduk di tengah-tengah mereka, Abu Bakar berbicara mengajak para hadirin untuk beriman dan beribadah kepada Allah dan Rasul-Nya serta tidak mempersekutukan Allah dengan yang selain-Nya.

Sudah diduga, pidato Abu Bakar membuat wajah pemuka musyrikin Quraisy memerah. Hati mereka panas menggelegak. Seolah-olah mereka dihina. Seketika itu juga, para pemuka Quraisy dan pemudanya menyerang Abu Bakar dengan pukulan bertubi-tubi. Rasulullah Saw. berusaha melindungi Abu Bakar. Namun, banyaknya tinju yang mengarah ke wajah Abu Bakar sulit dibendung. Salah seorang pemuda Quraisy bernama ‘Atabah bin Rabi’ah menanggalkan sepatunya, lalu memukulkannya ke wajah Abu Bakar. Darah pun mengalir dari hidung dan mulut Abu Bakar. Luka memar membiru menghiasi pipi dan matanya. Banu Tamim, kabilah Abu Bakar, datang melerai dan menarik orang-orang yang menganiaya Abu Bakar. Empat pemuda Banu Tamim lalu membawa Abu Bakar pulang ke rumahnya.

Melihat anaknya terkapar berlumuran darah dan tak bergerak, Salma, ibunda Abu Bakar menangis dan memanggil-manggil nama kecil Abu Bakar. “Atiq…Atiq…Atiq!” Abu Bakar tidak menjawab panggilan ibunya. Dia masih tidak sadarkan diri.

Ibunda Abu Bakar membersihkan luka-luka diwajah anaknya dengan penuh kasih sayang. Tangannya memijat-mijat telapak tangan Abu Bakar agar anaknya itu segera siuman. Tubuh Abu Bakar mulai bergerak. Salma bertanya, “Bagaimana perasaanmu sekarang, Abu Bakar?”

Abu Bakar balik bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah.”

“Kami tidak tahu,” jawab Salma. Abu Quhafah, sang ayah, hanya diam saja mendengarkan percakapan istri dan anaknya.

“Pergilah ibu temui Fathimah binti Khaththab, tanyakan kepadanya kabar Rasulullah,” pinta Abu Bakar. Salma segera menemui Fathimah dan menjelaskan apa yang menimpa Abu Bakar. Keduanya lalu menemuinya dan duduk di samping Abu Bakar yang masih terkapar.

“Rasulullah selamat dan kini berada di rumah Ibnul Arqam,” jelas Fathimah.

Abu Bakar berkeras untuk bertemu Rasulullah Saw. Malam itu juga, ibunya dan Fathimah memapah Abu Bakar menemui Rasulullah. Rasulullah bangkit dan menyambut Abu Bakar sambil mendoakannya. Salma, ibunda Abu Bakar mengucapkan syahadat di hadapan Rasulullah Saw.
Penggalan kisah ini menggambarkan betapa besar peran Salma dan Fathimah dalam menyelesaikan “masalah” yang dihadapi Abu Bakar. Di saat Abu Quhafah, ayah Abu Bakar, dan para pemuda Banu Tamim bingung melihat kondisi yang menimpa Abu Bakar, Salma dan Fathimah tampil sebagai “decision maker”.

Keislaman Utsman bin ‘Affan pun tak luput dari peran seorang wanita, Su’da binti Kariz, bibinya. Suatu ketika Su’da bertamu ke rumah saudara perempuannya Arwa binti Kariz, ibunda Utsman, untuk menceritakan kabar kelahiran seorang Rasul dengan membawa agama yang lurus.

Utsman menyambut hangat kedatangan bibinya, dan menanyakan berita yang akan disampaikannya. Dengan senang hati Su’da menceritakan tentang Muhammad Rasulullah yang membawa agama kebenaran. Utsman sebenarnya tertarik dengan berita itu, tapi ia cepat mengalihkan pembicaraan ke seputar keluarga.

Malamnya Utsman tak bisa tidur lantaran kabar tentang Muhammad yang diceritakan bibinya terus terngiang di telinga. Ia heran, mengapa kabar itu terus mengganggu pikirannya. Ternyata Su’da amat baik dan runut dalam menceritakan kabar kerasulan Muhammad Saw. sehingga amat membekas di pikiran Utsman.

Paginya, ketika berangkat ke kebun, Utsman bertemu teman akrabnya, Abu Bakar. Melihat wajah Utsman yang agak lain, Abu Bakar bertanya, “Apa yang sedang kamu pikirkan, Utsman?”

“Tidak ada,” jawabnya. “Hanya saja kemarin bibiku menceritakan tentang kehadiran seorang Rasul di tengah-tengah kita. Sejak itu, berita itu terus mengganggu pikiranku,” lanjut Utsman.

Abu Bakar membenarkan berita yang disampaikan Su’da kepada Utsman, lalu mengajaknya menemui Rasulullah Saw. Tak berpanjang kata, Utsman menyatakan diri masuk Islam.

Islamnya Hamzah bin Abdul Mutholib juga tak lepas dari peran seorang wanita, yaitu ibunya. Pada suatu hari ibunda Hamzah menceritakan kasus penghinaan dan penganiayaan yang menimpa Nabi Muhammad oleh Abu Jahal. “Hai Abu Imarah (nama panggilan Hamzah)! Apa yang hendak kau perbuat seandainya engkau melihat sendiri apa yang dialami kemenakanmu, Muhammad. Muhammad dimaki-maki dan dianiaya oleh Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal), lalu ditinggal pergi sementara Muhammad tidak berkata apa-apa kepadanya,” ujar ibunda Hamzah.

Mendengar cerita itu, raut muka Hamzah memerah dan pergi menemui Abu Jahal yang saat itu tengah berkumpul bersama teman-temannya. Tanpa ba-bi-bu Hamzah memukul Abu Jahal dengan busurnya hingga berdarah. Hamzah berkata, “Engkau berani memaki Muhammad? Ketahuilah aku telah memeluk agamanya!”

Begitupun keislaman Umar bin Khaththab tak lepas dari peran adik perempuannya Fathimah. Waktu itu Umar sedang marah dan mencari Muhammad untuk dibunuh. Di tengah jalan ada orang yang memberitahu bahwa adiknya Fathimah sudah masuk Islam. Umar pun mengurungkan niat mencari Rasulullah dan berbalik ke rumah Fathimah yang dinilainya telah berkhianat dari agama nenek moyang. Umar menyerbu ke dalam rumah adiknya lalu memukul Fathimah hingga berdarah. Ternyata darah yang mengucur dari wajah Fathimah meluluhkan hati Umar. Saat itu Umar melihat secarik kertas yang berisi ayat Al-Qur’an. Ia amat terpesona dan berkata, “Alangkah indahnya dan mulianya kalimat ini.” Setelah itu Umar menemui Rasulullah Saw. dan menyatakan keislamannya.

Dari kisah-kisah di atas, tampak bahwa wanita dengan segala kelebihannya mampu berperan penting dalam perjalanan dakwah di masa Rasulullah Saw. Saat ini Islam membutuhkan wanita-wanita yang memiliki semangat seperti Khadijah, ‘Aisyah, Sumayyah, Ummu Sulaim, Asma, dan Fathimah untuk memperbaiki umat dan bangsa yang tengah meradang. Wallahu a’lam bishshawab.


Puisi Dakwah

Puisi Dakwah Rubrik: Taujihat Tgl: 3/10/2002

Oleh: Aus Hidayat Nur Ketua DPP Partai Keadilan

Katakanlah, “Inilah jalanku, aku mengajak kalian kepada Allah dengan bashiroh, aku dan pengikut-pengikutku – mahasuci Allah, dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik”.

Jalan dakwah panjang terbentang jauh ke depan
Duri dan batu terjal selalu mengganjal, lurah dan bukit menghadang
Ujungnya bukan di usia, bukan pula di dunia
Tetapi Cahaya Maha Cahaya, Syurga dan Ridha Allah
Cinta adalah sumbernya, hati dan jiwa adalah rumahnya
Pergilah ke hati-hati manusia ajaklah ke jalan Rabbmu
Nikmati perjalannya, berdiskusilah dengan bahasa bijaksana
Dan jika seseorang mendapat hidayah karenamu
Itu lebih baik dari dunia dan segala isinya…

Pergilah ke hati-hati manusia ajaklah ke jalan Rabbmu
Jika engkau cinta maka dakwah adalah faham
Mengerti tentang Islam, Risalah Anbiya dan warisan ulama
Hendaknya engkau fanatis dan bangga dengannya
Seperti Mughirah bin Syu’bah di hadapan Rustum Panglima Kisra

Jika engkau cinta maka dakwah adalah ikhlas
Menghiasi hati, memotivasi jiwa untuk berkarya
Seperti Kata Abul Anbiya, “Sesungguhnya sholatku ibadahku, hidupku dan matiku semata bagi Rabb semesta”
Berikan hatimu untuk Dia, katakan “Allahu ghayatuna”

Jika engkau cinta maka dakwah adalah amal
membangun kejayaan ummat kapan saja dimana saja berada
yang bernilai adalah kerja bukan semata ilmu apalagi lamunan
Sasarannya adalah perbaikan dan perubahan, al ishlah wa taghyir
Dari diri pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara
Bangun aktifitas secara tertib tuk mencapai kejayaan

Jika engkau cinta maka dakwah adalah jihad
Sungguh-sungguh di medan perjuangan melawan kebatilan
Tinggikan kalimat Allah rendahkan ocehan syaitan durjana
Kerjakeras tak kenal lelah adalah rumusnya,
Tinggalkan kemalasan, lamban, dan berpangkutangan

Jika engkau cinta maka dakwah adalah taat
Kepada Allah dan Rasul, Alqur-an dan Sunnahnya
serta orang-orang bertaqwa yang tertata
Taat adalah wujud syukurmu kepada hidayah Allah
karenanya nikmat akan bertambah melimpah penuh berkah

Jika engkau cinta maka dakwah adalah tadhhiyah,
Bukti kesetiaan dan kesiapan memberi, pantang meminta
Bersedialah banyak kehilangan dengan sedikit menerima
Karena yang disisi Allah lebih mulia, sedang di sisimu fana belaka
Sedangkan tiap tetes keringat berpahala lipat ganda

Jika engkau cinta maka dakwah adalah tsabat,
Hati dan jiwa yang tegar walau banyak rintangan
Buah dari sabar meniti jalan, teguh dalam barisan
Istiqomah dalam perjuangan dengan kaki tak tergoyahkan
Berjalan lempang jauh dari penyimpangan

Jika engkau cinta maka dakwah adalah tajarrud
Ikhlas di setiap langkah menggapai satu tujuan
Padukan seluruh potensimu libatkan dalam jalan ini,
Engkau da’i sebelum apapun adanya engkau
Dakwah tugas utamamu sedang lainnya hanya selingan

Jika engkau cinta maka dakwah adalah tsiqoh
Kepercayaan yang dilandasi iman suci penuh keyakinan
Kepada Allah, Rasul, Islam, Qiyadah dan Junudnya
Hilangkan keraguan dan pastikan kejujurannya…
Karena inilah kafilah kebenaran yang penuh berkah

Jika engkau cinta maka dakwah adalah ukhuwwah
Lekatnya ikatan hati berjalin dalam nilai-nilai persaudaraan
Bersaudaralah dengan muslimin sedunia, utamanya mukmin mujahidin
Lapang dada merupakan syarat terendahnya , itsar bentuk tertingginya
Dan Allah yang mengetahui menghimpun hati-hati para da’ie dalam cinta-Nya
berjumpa karena taat kepada-Nya
Melebur satu dalam dakwah ke jalan Allah,
saling berjanji untuk menolong syariat-Nya

Perbaikan Diri

Perbaikan Diri

Rubrik: Materi Kaderisasi Tgl: 11/6/2002

Setiap manusia hendaknya selalu memperhatikan tentang apa, siapa, ke arah mana dan bagaimana dirinya dalam pentas kehidupan ini. Dengan mengetahui semua hakikat jawaban itu niscaya ia akan mendapatkan setengah dari makna kehidupan itu sendiri

Sebaik-baik manusia adalah, yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini

Hitung-hitunglah diri kalian, sebelum kalian dihitung (Umar bin Khottob)

Siapa saja yang mengerjakan kebaikan (amal shaleh) baik lelaki maupun wanita, dan ia beriman, maka baginya kehidupan yang lebih baik. (QS:16:97)

Dan berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian..

Dan persiapkanlah oleh kalian segala kekuatan….(Al Qur’an 8:60)

Siapa saja yang berbuat (to create process and product) kebajikan maka baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya (memanfaatkannya) ……….

“Allah mencintai orang yang selalu bekerja dan berusaha “

“Tidak seorangpun yang akan memperoleh kehidupan yang lebih baik daripada orang yang memperoleh penghasilan dengan tangnnya sendiri. Nabi Daudpun memperoleh nafkah penghidupan dari tangannya sendiri”.

Barang siapa yang memudahkan urusan seorang muslimin, Allah akan memudahkan urusannya di hari kiamat.

Orang yang cerdas ialah yang menghisab dirinya dan berbuat untuk kepentingan sesudah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah yang membiarkan dirinya mengikuti hawa nafsunya (Hadis)

Setiap manusia hendaknya selalu memperhatikan tentang apa, siapa, ke arah mana dan bagaimana dirinya dalam pentas kehidupan ini. Dengan mengetahui semua hakikat jawaban itu niscaya ia akan mendapatkan setengah dari makna kehidupan itu sendiri. Dan tatkala ia telah menemukan siapa dirinya, maka yang muncul ke permukaan kesadaran adalah kerapuhan dan kelemahan dirinya di hadapan bentangan alam kehidupan yang bermula dari dunia sampai tak berujung di negeri akhirat nanti. Dengan demikian, manusia sejati adalah manusia yang selalu menyadari kelemahan dan kerapuhan dirinya sehingga ia selalu berusaha terus menerus memperbaiki diri, sampai ia datang ke hadapan Penguasa kehidupan ini dengan penuh ketenangan:

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah ke haribaan robbmu dengan keridlaan….. (QS 89:27-30)

Sesungguhnya inti perbaikan diri adalah pembersihan jiwa (tazkiyatunnafs), yang apabila sang jiwa sudah bersih maka unsur pembentuk diri yang lainpun akan ikut terkoreksi.

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugilah orang yang mencemarkannya” (QS AsSyams: 9-10)

Dan proses mensucikan jiwa harus menyeluruh, dalam arti, bahwa pembersihan jiwa merupakan perbaikan seluruh dimensi kepribadian yang membentuk diri kita sebagai orang yang beriman dan bertaqwa.

Perbaikan diri hendaknya mengarah kepada kesuksesan dan kejayaan hidup sesuai dengan perspektif Al Qur’an. Bila kita rujuk surah Al Hajj: 77, maka Allah memberikan gambaran bahwa kesuksesan itu dapat diraih melalui dua pilar kegiatan:

Meningkatkan hubungan dengan Allah SWT melalui serangkaian ibadah yang berkualitas

Meningkatkan kinerja ‘amal khoir, yang berorientasi pada kemaslahatan hidup dan kehidupan ummat.

Sesungguhnya, dengan mengacu kepada kedua pilar itu arah kejayaan hidup menjadi sangat terang dan jelas, dan langkah-langkah perbaikan diri dapat dikembangkan berdasarkan kedua pilar tersebut dalam rangka mempersiapkan diri meraih kesuksesan dan kejayaan. Langkah-langkah perbaikan diri tersebut meliputi:

Perbaikan Ruhiyah.

Perbaikan aspek ini penting dilakukan untuk meningkatkan pengendalian diri (nafsu) menghadapi segala rangsangan kehidupan dunia yang menggiurkan maupun ancaman kehidupan yang mengguncangkan. Inti perbaikan ruhiyah adalah meningkatnya hubungan dengan Allah SWT melalui serangkaian kegiatan hati, lisan dan amal perbuatan. Dengan meningkatknya hubungan dengan Allah SWT, maka akan didapatkan banyak hal positif:

  • Kemudahan mendapat ilmu (QS 2:282)
  • Kemudahan menganalisis segala fenomena kehidupan (QS 8:29)
  • Kemudahan menemukan pemecahan masalah (QS 65:4)
  • Kemudahan mendapatkan jalan keluar (QS 65:2)
  • Kemudahan mendapatkan fasilitas kehidupan (QS 65:3)
  • Keberkahan hidup (QS 7:172)
  • Ketenteraman hati. (QS 13:

Sebaliknya, kerenggangan hubungan dengan Allah SWT akan mendapatkan kehidupan yang sempit (ma’isyatan dhonka) (QS: ). Oleh karena itu hal yang segera harus ditegakkan dalam membina hubungan dengan Allah SWT adalah peningkatan kualitas kewajiban fardhu dan memperkayanya dengan amal nawafil.

Bila hambaku mendekati aku dengan sejengkal maka aku mendekat kepadanya sehasta, dan jika mendekat kepadaKu sehasta Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika datang kepadaKu berjalan, Aku datang kepadanya berjalan cepat (Hadis qudsi)

Perbaikan ruhiyah dalam perspektif tazkiyatunnafs Imam Ghazali mengikuti urut-urutan sebagai berikut:

Muroqobah : jiwa yang selalu merasa diawasi oleh Allah SWT sehingga ia selalu takut berbuat segala sesuatu yang menimbulkan kemarahanNya.

Muhasabah : jiwa yang selalu memperhitungkan dan mempertimbangkan segala amalannya dalam perspektif kehidupan akhirat

Mu’aqobah : jiwa yang selalu menghukum dirinya apabila terlanjur khilaf berbuat Maksiyat (salah).

Mujahadah : jiwa yang selalu sungguh-sungguh dalam beramal ibadah

Perbaikan Tsaqofiyah

Peningkatan kualitas diri seseorang sejajar dengan keluasan wawasan dan kedalaman ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Rasulullah SAW mewajibkan kaum muslimin untuk menuntut ilmu sepanjang hayat. Belajar tiada henti.

Tuntutlah ilmu, dari ayunan hingga liang lahat

Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan di antara kalian (QS )

Samakah orang-orang yang berpengetahuan dan mereka yang tidak berpengetahuan ?? (QS )

Sebaiknya setiap kita meningkatkan pengetahuan dasar tentang

  • Fiqhul ibadah, dengan memperbandingkan berbagai pendapat mazhab
  • Manhaj ikhwan melalui serangkaian referensi utama dan penunjang
  • Pandangan Islam terhadap Ekonomi, Politik, Sosial, Psikologi, Seni Budaya, Hukum dan Keluarga.
  • Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kontemporer
  • Perkembangan social, budaya, hukum dan politik kontemporer

Di sisi lain, setiap al akh hendaknya menguasai secara baik satu bidang ilmu yang menjadi core competencenya, sehingga orang dapat merujuk kepadanya mengenai permasalahan yang menjadi kompetensinya.

Perbaikan Fisikal

Sesungguhnya Allah lebih menyukai orang mu’min yang kuat ketimbang orang mu’min yang lemah. (Hadis)

Tentu saja perbaikan diri juga menyentuh aspek fisikal, karena tubuh yang kuat dan sehat merupakan modal utama untuk berbuat banyak hal yang bermanfaat. Tubuh yang kuat merupakan salah satu karakteristik utama dalam kepemimpinan (leadership). Allah SWT menyebutkan hal tersebut dengan istilah:

--- qowwiyul amien (kuat dan terpercaya) (QS 28:26)

--- bashthotan minal ‘ilmi wal jism (mumpuni dalam ilmu dan jasad)…………Tholut

Dan Imam Syahid Hasan Al Banna mewasiatkan kepada para kader ikhwan agar selalu menjaga kesehatan tubuh dengan melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check up) paling tidak setiap 6 bulan sekali dan menganjurkan untuk tidak mengkonsumsi minuman yang cenderung melemahkan tubuh. Dengan tubuh yang sehat dan bugar maka kualitas amal ibadah dan amal khidmah kita akan semakin meningkat kualitas maupun kuantitasnya.

Perbaikan Sikap dan Keterampilan Produksi

Perbaikan diri yang tidak kalah pentingnya adalah yang terkait dengan sikap dan keterampilan dalam bekerja, karena dengan bekerjalah Allah akan memberikan balasannya (Jazaa’an bima kanuu ya’malun) .

Bekerja dalam konteks amal sholeh harus memperhatikan efisiensi dan efektifitas yang pada gilirannya akan melahirkan produktivitas. Untuk dapat bekerja secara produktif diperlukan sikap mental produktif.

Allah suka apabila kalian bekerja, maka ia bekerja dengan rapih..

Allah menetapkan kepada kalian agar bekerja dengan ihsan…(Al Hadits)

Seseorang tidak mendapatkan sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya (53:39)

Bagi seorang laki-laki ada manfaat dari apa yang ia usahakan, dan bagi wanita ada bagian dari apa yang mereka usahakan (4:32)

Ada jaminan bagian untuk orang yang berusaha dan bekerja keras (41:10)

Allah sekali-kali tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, sehingga bangsa itu mengubahnya sendiri (13:11)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan (94:6)

Kami telah menciptakan manusia dan menguatkan persendian mereka 76:28

Dan adapun orang-orang yang berat timbangan(kebajikan)nya maka ia berada dalam kehidupan yang memuaskan (101:6-7)

Gambaran Alqur’an tentang sikap produktif dalam bekerja diperjelas dengan kisah-kisah para nabi yang bekerja sesuai dengan kemampuannya, namun mencerminkan sikap mental dan perilaku yang sangat produktif. Lihat kisah:

  • Nabi Musa bekerja kepada nabi Syu’aib (28:27)
  • Nabi Khaidir menegakkan rumah yang roboh (18:77)
  • Nabi Daud membuat baju besi (34:10-11)
  • Nabi Nuh membuat bahtera (11:37-38)
  • Nabi Dzulqarnain membuat dinding besi (18:95-96)

Seorang pakar sdm menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang produktif adalah:

  • Secara konstan selalu mencari gagasan-gagasan yang lebih baik dan cara penyelesaian tugas yang lebih baik lagi
  • Selalu memberi saran-saran untuk perbaikan secara sukarela
  • Menggunakan waktu secara efektif dan efisien
  • Selalu melakukan perencanaan dan menyertakan jadwal waktu
  • Bersikap positif terhadap pekerjaannya
  • Dapat berlaku sebagai anggota kelompok yang baik sebagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik
  • Dapat memotivasi dirinya sendiri melalui dorongan dari dalam
  • Memahami pekerjaan orang lain yang lebih baik
  • Mau mendengar ide-ide orang lain yang lebih baik
  • Hubungan antar pribadi dengan semua tingkatan dalam organisasi berlangsung dengan baik
  • Sangat menyadari dan memperhatikan masalah pemborosan dan biaya-biaya;
  • Mempunyai tingkat kehadiran yang baik (tidak banyak absen dalam pekerjaannya)
  • Seringkali melampau standar yang telah ditetapkan
  • Selalu mempelajari sesuatu yang baru dengan cepat
  • Bukan merupakan tipe orang yang selalu mengeluh dalam bekerja.

Perbaikan Hubungan Sosial (Ittishol Ijtima’iyah)

Perbaikan diri seorang da’i akhirnya bermuara pada hubungannya dengan komunitas masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya. Pentingnya menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar mendapat perhatian yang tinggi dalam Islam, terlihat dari bagaimana Allah SWT dan RasuluLlah SAW memandang masalah ini dalam konteks hubungan dengan tetangga sebagai komunitas masyarakat yang paling dekat jarak dan interaksinya dengan kita.

“…Dan berbuat baiklah terhadap tetangga yang (menjadi) kerabatmu.” (QS An Nisa:36)

Ibnu Umar dan Aisyah ra berkata keduanya: “ Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim”. (HR Bukhori Muslim)

Abu Dzarr ra berkata: Bersabda RasuluLLah SAW: “Hai Abu Dzarr jika engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, dan perhatikan tetanggamu (HR Muslim)

Abu Hurairah berkata: Bersabda Nabi SAW, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanya: Siapa ya RasuluLlah ? Jawab Nabi: “Ialah orang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya” (HR Bukhori, Muslim)

Abu Hurairah berkata: Bersabda Nabi SAW “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah tidak mengganggu tetangganya. (HR Bukhori, Muslim).

“Orang yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya lapar bukanlah ummatku.” (HR….)

Sabar

Shabar

Rubrik: Materi Kaderisasi Tgl: 11/6/2002

Allah SWT telah mensifati orang-orang yang sabar dengan banyak sifat, dan menyebutkannya di dalam Al-Qur’an dalam 79 ayat. Allah SWT menghargai kesabaran dengan derajat dan kebaikan yang banyak dan menjadikannya sebagai buah dari kesabaran

Muqaddimah

Allah SWT telah mensifati orang-orang yang sabar dengan banyak sifat, dan menyebutkannya di dalam Al-Qur’an dalam 79 ayat. Allah SWT menghargai kesabaran dengan derajat dan kebaikan yang banyak dan menjadikannya sebagai buah dari kesabaran. Seluruh amalan taqarrub kepada Allah SWT akan dibalas dan dihitung sesuai dengan amalnya kecuali sabar, sebagaimana Alloh SWT berfirman dalam surat As-sajadah : 24, An-nahl : 96, Al-Qashash : 54, Az-zumar : 10. Selain itu Allah SWT telah menjanjikan kebersamaan dan kesertaanNYA (Ma’iyyah) kepada orang-orang yang sabar dan menggabungkan segala kebaikan yang tidakla pernah Allah swt berikan kecuali kepada orang-orang yang sabar.

Hakekat sabar

Ketahuilah bahwasanya kesabaran itu adalah gambaran dari konsistensi (tsabat) terhadap tuntutan agama (al-islam) dalam menghadapi tuntutan hawa nafsu, yang dimaksud dengan tuntutan agama adalah petunjuk Allah SWT kepada manusia berupa pengetahuannya kepada Allah SWT dan RasulNYA (Ma’rifatullah dan ma’rifaturrasul) dan pengetahuannya tentang berbagai kemaslahatan yang terkait erat dengan sangsi dan balasan, sifat inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang dalam mengekang nafsu syahwat. Adapaun yang dimaksud dengan tuntutan hawa nafsu adalah tuntutan syahwat dengan segala keinginannya. Maka barang siapa yang tabah dan konsisten (tsabat) dan mampu mengalahkan segala keinginan hawa nafsu dan terus - menerus menentangnya maka ia layak tergolong menjadi orang-orang yang sabar, akan tetapi apabila seseorang mengalah dan tidak berdaya sehingga dirinya dikalahkan oleh hawa nafsunya dan tidak bersabar untuk mengekangnya maka ia layak tergolong menjadi pengikut-pengikut syaitan.

Di antara dua tuntutan

Dari uraiana di atas dapatlah disimpulkan bahwa kesabaran seseorang senantiasa teruji diantara dua tuntutan dalam hidupnya, yaitu tuntutan Al-Islam dan tuntutan hawa nafsunya, sikap manusia dilihat dari konteks persoalan ini terbagi menjadi tiga golongan :

Pertama : yang dapat mematahkan keinginan hawa nafsunya sehingga tidak adalagi keukuatan yang dapat meenetangnya, dan senantiasa bersikap sabar, inilah kesabaran yang membawa kemenangan dan keberuntungan, sebagaimana adagium mengatakan “Man shabara dzhafara”. Adapan yang dapat sampai kepada golongan ini sangtlah sedikit, maka tidaka dapat disangkal lagi golongan pertama ini disebut dengan “Asshiddiqunal muqarrabuun”, yang mengatakan bahwa Rabb kami Allah SWT kemudian mereka bersikap istiqomah.

Kedua : yang kalah dengan tuntutan hawa nafsunya dan tidak mengindahklan tuntutan agamanya, sehingga dirinya takluk menjadi prajurit-prajurit syaitan (Jundussyaitan) dan tidak ada kecenderungan dalam dirinya untuk berjihad, mereka ini adalah orang-orang yang lalai (ghafilun), golongan kedua ini merupakan mayoritas yang telah dikuasai oleh hawa nafsu lantaran mereka menjual kehidupan akhirat dengan dunianya.

Ketiga : yang berada diantara kedua golongan tersebut di atas, bagaikan sebuah peperangan adakalnya menang melawana musuhnya adakalanya pula kalah, demikianpula golongan ketiga ini dalam menghadapi hawanafsunya, oleh karena itu mereka baru disebut sebagai orang-orang yang berjihad (Mujahidun) belum dapat dikatakan sebagai orang-orang yang menang (Dzhafirun), karena mereka masih mencampuradukana antara amalan yang baik dan yang buruk.

Adapun mereka yang meninggalkan jihad dan menuruti nafsu syahwat tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih sesat darinya, karena binatang memang tidak diberikan oleh allahSWT akal dan pengetahuan untuk berjihad dan melawan hawanafsunya, oleh karena itu bila seseorang senantisa bertaqwa dan kuat keyakinannya dengan segala ganjaran dan balasan dari Allah SWT maka akan mudahlah baginya untuk bersabar.

Kebutuhan akan sabar

Ketahuilah bahwasanya apa yang dihadapi oleh seseorang dalam hidupnya tidak lepas dari dua perkara, yaitu hal-hal yang sesuai dengan keinginan hawa nafsunya dan hal-hal yang bertentangan dengannya bahkan tidak menyukainya, oleh karena itu seseorang senantiasa butuh akan kesabaran, dalam setiap keadaan siapapun tidak akan lepas dari dua perkara ini, itu artinya bahwa siapapun tidak bisa lepas dari skap sabar.

Adapun hal-hal yang sesuai dengan keinginan hawa nafsu di antaranya ialah ; kesehatan. Keselamatan, harta, kedudukan, keluarga, keluasan rizki, banyaknya pengikut dan pendukung dan seluruh kenikmatan dunaiawi, oleh karena itu melihat semua keinginan hawa nafsu tersebut di atasa alangkah butuhnya seseorang akan sikap sabar, karena jika seseorang tidak dapat mengendalikan diriny untuk tidak hanyut dan tunduk kepada hawa nafsunya atau tidak terbuai dengan kenikmatan duniawai yang mubah sekalipun, maka seseorang bisa saja terjerumus dalam sikap sombong dan menentang, karena itulah Allah SWT memperingatkan hambaNYA terhadap fitnah harta benda, isteri, suami dan anak-anak. Sebagaimana firmanNYA dalam surat Al-munafiqun : 9 dan surat At-taghabun : 14.

Bersabar dalam keadaan susah biasanya mudah, karena tidak ada kemampuan dan kesempatan untuk melakukan kemaksiatan dan karena di sisi lain dipaksa oleh keadaan. Akan tetapi bersabar dalam keadaan senang inilah yang palingg susah, karena disinilah terasa hakekat sabar, di mana hakekat sabar di kala senang diantaranya tidak tunduk kepada kesenangan dan hanyut dalam kegembiraan, memenuhi hak-hak Allah SWT dengan berinfak, mengerahkan fisik dan tenaganya untuk membantu orang lain, berkata yang benar dll.

Sedangkan hal-hal yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan tabiat, terbagi menjadi dua bagian, pertama yang terikat dengan pilihan seperti taat dan maksiat, atau yang tidak terikat seperti bencana dan musibah, ataui tidak terikat dengan pilihan, akan tetapi masih bisa memilih untuk menghilangkannya seperti menyembuhkan rasa sakit hati untuk tidak melampiaskan dendam.

Yang terikat dengan pilihan terbagi lagi menjadi dua macam, yang pertama adalah taat, dalam hal ini seseorang jelas membutuhkan kesabaran, karena hal ini muncul dari diri sendiri seperti rasa malas untuk shalat, rasa kikir untuk berzakat, atau rasa malas dan kikir untuk pergi haji dan berjihad, sedangkan yang kedua adalah maksiat. Allah SWT telah mengumpulkan segala macam bentuk nya di dalam firmanNYA surat An-nahl : 9, bahkan dalam menghadapu segala macam bentuk kemaksiatan diperlukan lebih banyak kesabaran, karena setiap diri akan merasa berat, seperbersabat untuk tidak ghibah, dusta, debat, memuji diri sendiri, senda gurau yang menyakitkan dan ungkapan-ungkapan serta lontaran-lontaran yang bernada meremehkan dan menghinakan, hal seperti ini biasanya telah menjadi kebiasaan dalam percakapan dan obrolan sehari-hari, dan hatipun luput dari menganggap jelek hal ini karena hanyut dalam keasyikan.

Adapun yang tidak terikat dengan pilihan tapi masih terikat dalam meenyikapinya atau menolaknya, seperti bila seseorang disakiti dengan satu perbuatan arau perkartaanatau dianiaya dirinya atau hartanya, maka kesabaran dalam hal ini adalah dengan tidak membalassnya, meskipun terkadangt dalam kasus-kasustertentu menjadi wajib dan lebih utama membalasnya, sebagaiamana firman AllahSWT dalam surat Al-muzammil ; 10, Ali Imron : 186, oleh karenanya Allah SWT menghargai dan memuji orang-orang yang bersabar untuk tidak membalas, sebagaimana firman Allah SWT dalam sut an-nahl ;126, bahkan rasulullah saw menganjurkan lebih dari itu dalam sandanya : “Sambunglah orang yang memutuskan talai silaturahnimu, berilah orang yang mengharamkan pemberianny untukmu, dan maafkanlah orang yang menzhalimimu”.

Sedangkan yang tidak terikat dengan pilihan secara mutlak seperti bencana dan musibah, misalnya meninggalnya ornag-orang yang dikasihi dan disayanginya, kehancuran dan kehilangan harta benda, tercabutnya nikmat sehat lantaran datangnya sakit, buta mata cacat tubuh dll, maka kesabaran dalam h ini merupakan puncak dan setinggi-tingginya derajat kesabaan, karena sesungguhnya seseorang dapat dikatakan bersabar dalam menghadapi segala musibah dan bencana bila ia tidak menunujukan rasa putus asa dengan merk bajunya, melukai tubuhnya, menampar keduabelah pipinya atau melampaui batas dalam meratapinya, terus-menerus menunjukan kesedihan dan pederitaan dengan merubah keadaannya, baik dalam hal pakaian, kendaraan atau makanan. Akan tetatpi orang-orang yang sabar seyogyanya menghindari sikap-sikap seperti itu dengan menampakan sikap ridho kepada Allah SWT atas segala keputusannya dan meyakin bahwasanya semuanya adalah titipan yang harus dikembalikan, sebagaiman kisah ummu Sulaim Rahimhallah ktika anak laki-lak meninggal dunia sedangkan suaminya Abu Thalhah tengah berada di medan jihad, lalu ketika suaminya pulang, iapun menyambutnya dengan peunh mesra sekan tidterjadai apa-apa, bahkan segera disiapkan untuknya hidangan, akhirnya Abu Thalahah menanyakan juga perihal anaknya, “Kaifasshabiyyu”?, Ummu Sulaim dengan tangkas menjawab : “Alhamdulillah bang, kelihatannya anak kita sudah lebih tenang dari sebelumnya”, kemudian setelah itu Ummi Sulaim melayaninya dengan pelayanan yang lebih k dari sebelumnya, setetah selelsai terpenuhi hajat biologisnya, baru Ummu Sulaim berkata : Bang, heran ngga dengan tetangga kita”, “memangnya kenapa”? sergah suaminya, “iya, itulho mereka kan dipinjamkan sesuatu, e...ketika mau diambil lagi pinjamannya mereka merasa kebaratan” ucap ummu Sulaim memberikan penjelasan, “”alangkah buruknya sikap mereka” komentar suaminya memberikan penialian, lalu dengan tenangnya ummu Sulaim berkata : “begitulah pula yang terjadi dengan anakmu, yang merupakan pinjaman dallah SWT dan Ia telah mengambilnya”. Abu Thalahah pun memahaminya dan menerimanya dengan ikhalas dan ridho. Kemudian besoknya Ia bertemu denganosululloh SAW dan menceritakan ha itu, lalu Rosululloh SAW bersabda seraya mendoakannya : “Allahumma baarik lahuma fii lailatihima”, setelah itu ummu sulaim hamil kembal dan melahirkan anak yang diberinama abdullah, menurut riwayat Abdullah punya tujuh orang anak yang sekluruhnya menjadi hafizhulqur’an. Itulah buah dari kesabartan.

Akan tetapi bukan berarti tidak sabar atau tidak ridho nila hati merasa sedih atau air mata berlinang karena halk itu manusiawi, sebagaimana trosululloh SAW ketika Ibrahim putranya meninggal dunia,beliaupun menitikan airmata, ketika ditanya tentang hal itu beliau berucap : “Haasdzihi rohmatun wa innamaa yarhamullohu mun ‘ibaadihirruhama”, Inilah persaan kasih sayang, Allah SWT menyayangi hamba-hambanya yang memiliki rasa kasih sayang”.

Wallahu a’alamu bisshawab

Muslimah Gaul, tapi Syar'i

MUSLIMAH GAUL TAPI SYAR'I

Wahyu Tussy Wardhani, S.Si, Apt.



ADAB WANITA MUSLIMAH KETIKA KELUAR RUMAH.

a. Pakaian wanita di luar rumah

· Tebal, Lebar, Menutup Aurat ,Tidak menyerupai laki-laki

b. Tidak mengundang perhatian laki-laki

· Motif dan warna pakaian

· Sepatu tidak menimbulkan suara

· Tegas dalam berbicara

· Bila menggunakan minyak wangi tidak sampai mengundang fitnah

· Jalan atau melakukan gerakan yang wajar-wajar saja.

KIAT MENATA HATI DALAM BERGAUL

Agar kita menjadi orang yg bisa diterima dengan baik, disukai bahkan insya Allah akan dicintai :

  1. AKU BUKAN ANCAMAN BAGIMU

HINDARI penghinaan, ikut campur urusan pribadi, memotong pembicaraan, membandingkan, merusak kebahagiaannya, JANGAN membela musuhnya, mencaci kawannya, mengungkit masa lalu, mengambil haknya, menertawakannya HATI HATI dengan penampilan, bau badan, bau mulut dan emosi anda

  1. AKU MENYENANGKAN BAGIMU

Wajah yang selalu cerah ceria, senyum tulus, kata kata yang santun dan lembut, senang menyapa dan mengucapkan salam, bersikap sopan, senangkan perasaannya, penampilan yang menyenangkan, maafkan kesalahannya.

  1. AKU BERMANFAAT BAGIMU

Rajin bersilaturahmi, saling berkirim hadiah, bersegera menolong, mengajarkan ilmu dan pengalaman

ETIKA INTERAKSI LAKI LAKI DAN PEREMPUAN

1. Keseriusan Agenda Interaksi

2. Menutup Aurat

3. Menjaga Pandangan

4. Menghindari kejadian jabat Tangan

5. Memisahkan Laki Laki Dari Perempuan Dan Tidak Berdesakan

6. Menghindari Khalwat

7. Menjauhi Perbuatan Dosa

DIA……

Dia adalah, wanita beeriman kepada Allah

Dia…. Hiasan dunia paling indah

Dia istiomah berbungkus busana muslimah

Dia, wanita nan tengah dinanti nanti

Di khusyu' dan jauhkan bermegah megah oleh jannah

Dia ramah, penjaga amanah

Dialah wanita sholihah

 

Let's get His Love...Allah SWT Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting